Monday, September 21, 2009

Spiral of Silence Part 1


Sebagai mahasiswa komunikasi, wajib hukumnya bagi kami untuk mengetahui teori-teori dalam komunikasi itu sendiri. Karena itu, kami diberikan mata kuliah Communication Theory di semester 2, yang membahas mengenai teori-teori yang telah ada selama ini serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. 
Dibawah ini adalah paper mengenai teori spiral of silence dimana kelompok saya kebetulan mendapatkan kesempatan untuk membahas mengenai teori ini. Di post selanjutnya, adalah aplikasi dari teori ini dalam sebuah film beserta analisanya.


SEJARAH TEORI SPIRAL OF SILENCE
Teori spiral of silence pertama kali ditemukan oleh Elizabeth Noelle Neumann. Ia adalah seorang profesor penelitian komunikasi dari Institute fur Publiziztik Jerman. Teori ini pertama kali dikemukakan melalui bukunya yaitu The Spiral of Silence pada tahun 1984.
Teori ini secara ringkas menjawab pertanyaan mengapa orang-orang dari kelompok monoritas sering merasa perlu untuk menyembunyikan pendapat dan pandangannya ketika berada dalam kelompok mayoritas. Seseorang sering merasa perlu untuk menyembunyikan ‘sesuatu’nya ketika berada dalam kelompok mayoritas.


TEORI SPIRAL OF SILENCE
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, secara singkat teori ini memberikan gambaran mengenai hubungan antara mayoritas dengan minoritas dalam suatu kelompok masyarakat. Selain itu, dijelaskan pula hubungan media yang sangat kuat sebagai pembentuk opini dari yang kemudian disepakati dipakai sebagai opini dari kelompok mayoritas.
Kajian Noelle Neumann ini menitikberatkan peran opini dalam interaksi sosial. Sebagaimana kita ketahui, opini publik sebagai sebuah isu kontroversial akan berkembang pesat saat dikemukakan melalui media massa. Ini berarti opini publik juga dibentuk, disusun dan dikurangi oleh pesan media massa. Opini yang berkembang dalam kelompok mayoritas dan kecenderungan seseorang untuk diam karena dia berasal dari kelompok minoritas juga dipengaruhi oleh peran dari media massa. Selain media massa, opini publik juga dapat terbentuk dari interaksi masyarakat itu sendiri atau oleh opinion leader.


ALASAN MENGAPA KELOMPOK MINORITAS MEMILIH DIAM DALAM MAYORITAS
Alasan sederhana dalam kasus ini adalah adanya keinginan manusia untuk dapat hidup bersosialiasi dengan masyarakat. Manusia dalam hierarcy of needs Maslow dikatakan mempunyai kebutuhan mendasar sebagai makhluk sosial yang butuh interaksi dengan sesamanya.
Apabila dalam kelompok masyarakat, seseorang kemudian tidak menyetujui opini mayoritas yang ada, bukan tidak mungkin individu tersebut akan terisolasi. Orang tersebut akan dianggap aneh, pemberontak dan tidak mengikuti keinginan masyarakat pada umumnya. Mereka kemudian akan dicap sebagai kalompok yang tidak mengenal kelompoknya sendiri. Terlebih lagi, efek jangka panjangnya, mereka tidak akan diterima oleh masyarakat.


SPIRAL OF SILENCE DALAM MASYARAKAT INDONESIA
Di Indonesia, pada awalna terdapat dua kelompok besar yang memperdebatkan mengenai sistem pemerintahan yang berlaku di negara ini. Di satu kelompok adalah mereka yang mendukung gerakan demokrasi Pancasila. Di sisi lain adalah mereka yang ingin menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang berlandaskan agama.
Awalnya, kedua kelompok ini bersaing untuk menjadi mayoritas opini publik. Namun lama kelamaan, kelompok yang mendukung demokrasi berhasil menjadi mayoritas. Hal ini dikarenakan perkembangan sistem demokrasi diberbagai belahan dunia yang dinilai paling mampu untuk mempersatukan negara. Selain itu, nilai-nilai demokrasi dipublikasikan secara terus menerus oleh media massa. Dukungan terhadap sistem demokrasi pun akhirnya terus bertambah dan diterapkan seterusnya di Indonesia.
Bagi mereka yang masih menganggap demokrasi tidak dapat menyelesaikan berbagai masalah di Indonesia (minoritas), isu-isu masih mereka kembangkan secara diam-diam. Minoritas ini tidak berani secara terang-terangan mengemukakan pendapat mereka dikarenakan kuatnya mayoritas yang sangat menjunjung tinggi demokrasi di Indonesia.


KEKURANGAN TEORI SPIRAL OF SILENCE
Teori ini memiliki beberapa kekurangan yaitu:
1.Teori ini tidak berlaku jika seseorang memiliki pendirian yang sangat kuat, terutama yang menyangkut kepercayaan. Seorang muslim yang hidup sebagai minoritas di Amerika Serikat, tidak akan mengonsumsi babi meskipun mayoritas tidak menganggap babi sebagai makanan haram. Sama halnya dengan seorang yang beragama Hindu, ia tidak akan mengonsumsi sapi meskipun ia tinggal dilingkungan yang tidak menyembah sapi.
2.Opinion leader tidak akan dengan mudah menerima opini mayoritas. Sebagai opinion leader, opini yang berkembang dalam masyarakat tidak semudah itu diterima. Ia akan menganalisanya terlebih dahulu, dan jika memang sesuai dengan pemikirannya, maka barulah ia ikuti. Namun, jika tidak sesuai dengan pemikirannya, bukan tidak mungkin opini yang ada dalam masyarakat di bentuk ulang oleh opininya. Hal ini sesuai dengan fungsi dari opinion leader yaitu sebagai pembentuk opini dalam masyarakat yang tentunya diharapkan menjadi opini mayoritas. Selain itu opinion leader mempunyai pengikut yang banyak dan loyal, sehingga jika dengan mudah ia mengikuti opini publik, ia akan menurunkan kewibawaannya di depan pengikut-pengikutnya.

No comments:

Post a Comment