Munir Said Thalib dalam perjuangannya membela HAM
Munir Said Thalib lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965 dan meninggal di pesawat Garuda dari Jakarta jurusan ke Amsterdam, pada tanggal 7 September 2004. Pria keturunan Arab ini adalah seorang aktivis HAM Indonesia dan jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial.
Saat menjabat Koordinator Kontras namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. Setelah Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota tim Mawar.
Kronologi Kasus Kematian Munir
Rabu, 17 November 2004 Pukul 10:57 WIB
Hasil otopsi jenazah aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir menunjukkan ada kandungan arsenik (bahan berbahaya dan beracun) di lambung, darah dan urin yang berlebihan. Istri almarhum, Suciwati mendesak pemerintah segera membentuk tim penyelidik kasus kematian suaminya.
Berikut ini kronologi kasus kematian Munir :
6 September 2004 Pukul 21.55 WIB
Munir berangkat dari Bandara Soekarno Hatta menuju Amsterdam. Dari Jakarta kemudian transit di Bandara Changi, Singapura. Ia menggunakan maskapai penerbangan Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 974 jenis pesawat Boeing 747-400 dengan kapasitas penumpang sekitar 380 orang.
7 September 2004
Tiba di Bandara Changi untuk transit sekitar pukul 00.40 waktu setempat.
7 September 2004
Berangkat kembali ke Amsterdam menggunakan pesawat yang sama sekitar pukul 01.50 waktu setempat. Sebelumnya ia berkenalan dengan dr. Tarmizi Hakim, ahli bedah jantung dari Rumah Sakit Jantung dan pembuluh darah Harapan di pintu pemeriksaan. Setelah berbincang dua sampai tiga menit mereka berpisah. Tarmizi masuk lewat pintu depan di nomor 1E kelas bisnis sedangkan Munir lewat pintu belakang duduk satu barisan dengan dokter tersebut di nomor 40 kelas ekonomi.
Tiga jam penerbangan kemudian Munir mengeluhkan sakit perut dan badannya lemas.Ia pun telah enam kali muntah buang air besar dan bolak balik ke toilet. Ia meminta pramugari mencari dr. Tarmizi untuk menolongnya.Tarmizi bangun dan menolong Munir dan memberikan obat untuk menghentikan muntahnya. Namun tak berhasil.
Munir kemudian mulai tenang dan minta tidur di lantai dekat toilet. Dia sempat diberikan teh manis campur garam dan air putih campur garam. Kemudian dr. Tarmizi juga memberikan obat penenang dengan dosis ringan. Dr. Tarmizi bangun dan sempat menanyakan kondisi Munir. Pramugari yang ditanya mengatakan kondisi Munir baik-baik saja. Munir sudah pindah tidur dari dekat toilet ke kursi nomor empat. Setelah dr. Tarmizi selesai makan, pramugari memintanya mencek kondisi Munir karena tidak ada reaksi. Setelah diperiksa ternyata Munir telah menghembuskan nafasnya.
Pukul 08.10 waktu Amsterdam
Pesawat mendarat di Bandara Schipoll. Polisi dan dokter memeriksa jenazah Munir. dr. Tarmizi diinterogasi di Bandara.
11 September 2004
Jenazah Munir tiba Pangkalan Udara (Lanud) Abdulrachman Saleh pada Sabtu (11/9) tepat pukul 21.10. Jenazah almarhum dan rombongan pengantar diangkut dengan Boeing 737 Merpati MZ-3300.
12 September 2004
Jenazah Munir, dimakamkan di Taman Pemakaman Umum, Kota Batu, Minggu (12/9). Isak tangis, sedih dan haru ribuan pelayat mewarnai prosesi pemakaman mulai dari rumah duka di Jalan Diponegoro hingga ke pemakaman yang berjarak sekitar 2 km.
Suciwati, istri Munir meminta hasil otopsi terhadap jenazah almarhum. Dia datang bersama Smita Nososusanto, Emmy Hafizd, Usman Hamid dan Bini Buchori. Pihak kepolisian menyatakan dalam tubuh Munir terkandung zat arsenik yang melampui batas normal.
17 November 2004
Kontras, Suciwati dan tim kepolisian akan berangkat ke Belanda meminta akta otentik otopsi terhadap jenazah Munir.
Jenazah Munir dimakamkan di Taman Pemakaman Umum, Kota Batu. Istri Munir, Suciwati, bersama aktivis HAM lainnya terus menuntut pemerintah agar mengungkap kasus pembunuhan ini.
Opini Kelompok Mengenai Kasus Munir
Munir yang merupakan pejuang Hak Asasi Manusia Indonesia hingga saat ini belum dapat diselesaikan permasalahannya. Dalam kasus Munir, terlihat bagaimana banyaknya pihak-pihak yang cukup mempunyai kuasa terlibat. Pembunuhan Munir, sampai saat ini masih belum jelas apa tujuan sebenarnya. Masyarakat secara luas mengenal Munir sebagai pribadi yang baik dan membawa dampak positif bagi banyak pihak. Kematian beliau pun berdampak pada banyak pihak, baik sesama pejuang HAM ataupun masyarakat yang peduli dengan HAM.
Banyak versi dari berbagai sudut pandang tentang kematian Munir. Ada yang berkata bahwa Munir diracuni karena ada pihak yang tidak menyukai beliau karena apa yang dilakukan pada Kasus Tim Mawar, dan pada kasus-kasus lainnya. Ada juga versi yang mengatakan bahwa beliau diracun dengan alasan telah mengkhianati Indonesia dengan mengirimkan berita dan informasi secara terus menerus kepada pihak pemerintahan luar negeri mengenai kondisi di Indonesia dengan kedok HAM/ spy.
Bagaimanapun, apa yang terjadi dengan Munir sudah merupakan pelanggaran HAM. Pembunuhan yang dilakukan terhadap beliau telah melanggar UUD 1945 terutama pasal 28 yang membahas tentang hak-hak manusia secara pribadi. Pembunuhan dengan cara apapun adalah bentuk dari perampasan hak hidup seseorang, dan hal ini harus ditindaklanjuti. Proses pengkambinghitaman yang kerap kali terjadi di Indonesia juga mengakibatkan nyawa yang bersalah diambil begitu saja.
Kejelasan mengenai kasus ini dibutuhkan masyarakat, selain untuk menegakkan keadilan di Indonesia, sekaligus menunjukkan fungsi hukum di Indonesia sungguh dapat di implementasikan. Penyikapan mengenai kasus Munir dapat membuat masyarakat menjadi lebih percaya pada hukum Indonesia yang memperjuangkan hak Munir untuk seharusnya hidup dan membantu meneggakan HAM. Hanya saja, jangan sampai terjadi manipulasi, penyuapan, dan pengkambinghitaman atas orang-orang tertentu oleh pihak yang lebih berkuasa.
No comments:
Post a Comment